Sebuah Surat

Teruntuk seseorang yang pernah mengucap rencana mengkhitbahku

Waktu berlalu
Tak kunjung aku menemukan jawabab pertanyaanmu
Bisikanku di sepi malam
Berbalas kelam dan kesunyian
Mungkinkah Dia belum mengizinkan kau dan aku ?

Tak sedikitpun kata yang jelas dan tegas untuk menjawab itu
Sama sepertimu akupun dilanda kebingungan itu
Berniat namun ragu
Beringin namun tersendat

Perasaan gundah tak menentu apapun itu
Pastinya untuk saat ini, tak satupun pertanyaan itu dapat ku jawab

Mungkin bukan waktuku
Sebab tak kutemukan teguh dalam hatiku
Seolah ragu masih dinyamankan Dia untuk bersemayam disini

Mungkin waktu akan menjawab
Tapi sekali kali tidak aku ingin membuatmu terikat

Maka pergilah
Lepaslah
Jangan menunggu camar yang bimbang
Kepakan sayapnyalah penunjuk jalan
Ia sedang sibuk memikirkan cuaca hari ini, menikmati sinar mentari dan lengkung sabit

Jangan kau tunggu ia kembali
Tak perlu kau tanya kemana arah tujuannya
Baginya tak ada pohon untuk bertengger saat ini
Ia hanya akan berhenti saat lelah
Namun ketahuilah ia cukup handal dengan manajemen perjalanan

Pergilah karena musim hibernasi belum tiba
Mencit mencit itu masih berlarian mengumpulkan makanan
Persiapan sebuah hibernasi panjang bersama kelompoknya

Tak baik menunda khitbah
Bila bukan aku, maka masih banyak wanita lain menunggu kehadiranmu bersama orang tua

Jangan menunggu camar yang bimbang
Bila ternyata bimbang juga, terbanglah ke arah berlainan

Bukankah kita sedang senang senangnya mengepakkan sayap
Menikmati angin dan disuguhi pemandangan
Kita juga sama-sama sedang tak ingin diganggu karena kita pernah hampir lupa cara membaca iklim untuk melihat sunset indah selanjutnya

Belajarlah gapai mimpimu
Tanpa pengganggu, misalnya aku

Bekerjalah dengan nyaman
Menikmati waktu dan dibayar
Jadilah bermanfaat bagi banyak orang

Bukankah kita sedang senang-senangnya berkawan
Biarlah masa-masa ini kita nikmati tanpa beban

Tak perlu kau dan aku berkabar setiap hari
Tak perlu berjanji saling mengabari sesekali

Biarkan takdir mempertemukan dua insan yang memang ditakdirkan bersama
Toh kepastian berpasangan tidak di tangan
Untuk apa berkeras pada yang memasangkan
Tak sedikitpun kita kuasa

Bila doa biar di lantunkan
Bila rela biar dilupakan

Ikhlaskan masa lalu
Tak ada yang bisa kita perbaiki dari situ

Aku tak sedang ingin terikat
Dua tiga atau empat tahun lagi aku tak tahu

Komentar

  1. Banyak yang pada bisa dan senang menulis puisi ya, tapi aku sulit banget.
    Bagaimana caranya bisa menulis puisi ya?

    terima kasih dan salam kenal

    BalasHapus
  2. Aku kok sulit banget untuk menulis puisi ya...
    apakah hatiku terlalu keras ya?
    apa ada tipsnya...

    BalasHapus
    Balasan
    1. wah, saya hanya menulis yang saya rasakan saja mbak. itu saja tipsnya. jujur, mungkin. apapun itu tuliskan. hehe

      Hapus

Posting Komentar