Mengunjungi Nagari selalu mengingatkanku akan rumah. Terutama rumah masa kecilku yang menurutku adalah masa masa yang sangat bahagia.
Rumah Dinas petak depan sekolah. Berkamar tidur satu dan kamar mandi satu. Dengan bantuan tukang Bapak berhasil melebarkan rumah ini. Membobol dinding dan membuat ruangan baru. Dulu belum kenal sumur bor. Kami menggali 3 m lalu menemukan air. Menambahi 3 cincin lalu mengerasi bagian atas sumur dengan beton. Atap sumur dibiarkan terbuka. Tempat malam hari aku memandangi bintang mengikuti adegan sinetron. Ternyata suasana malam indag juga. Lalu masuk dan kembali bermain guru-guruan dengan boneka bersama abangku.
Masa itu aku selalu mandi pagi hari lalu dioles telon dan dibedaki. Dulu yang paling kusuka adalah saat bapak yang dirumah bapak menghanduki aku dengan menutup pundak hingga kaki lalu menyisiri rambutku. Beda hal nya dengan mamak yang selalu membuat aku melakukannya sendiri.
Malamnya aku selalu berusaha pura-pura tidur agar bapak menggendongku ke kamar. Mamak selalu beralasan aku sudah besar dan cukup berat. Jadi mamak meminta bapak menggendongku. Tapi lagi lagi mamak lebih sering membangunkan aku yang sudah capek capek purapura tidur. Mother knows many thing, you know....
Di usia sekarang aku sangat iri pada anak kecil mereka bisa dengan cuek makan eskrim atau cilok sambil menggandeng ibunya keliling pasar. Aku sudah tidak pantas melakukan itu lagi. Dulu aku sering begitu.
Pergi ke pasar adalah surga bagi yana kecil. Aku akan mencari tumpukan majalah bekas baik itu bobo, ino ataupun donal bebek. Majalah bekas sangat populer saat itu. Entah kenapa tak pernah lagi ku temukan dagangan seperti itu di masa sekarang. Orang-orang hanya menjual buku teka teki silang yang biasanya membuatku senang di halaman pertama lalu jengah di halaman ke lima. Tahun sudah semakin banyak tetapi mengapa kualitas pasar dikampungku malah mundur ke masa lalu ?
Sepulang dari pasar aku selalu berebutan dengan anak gendut itu. Dia selalu membuka majalah baru milikku. Dia si maniak buku itu telah selesai dengan bukunya lebih cepat lalu membukai buku baruku dan membacanya sendirian. Aku tidak boleh mengganggunya membaca. Tidak boleh melawan dan bahkan tidak boleh ikut tiduran tertelungkup mengintip bacaan disampingnya. Biasanya itu memicu pertengkaran diantara kami yang berujung mamak memanggilku ke dapur untuk makan kue jajanan pasar. Aku rasa itu salah satu trik mamak menengahi kami. Abangku akan merasa menang saat aku pergi. Tapi aku akan memamerkan kue lumpur kesukaannya di depannya dan dia tidak bisa menghindari itu. Kami terus berkelahi setiap hari dirumah. Mungkin jarak setahun dua bulan cukup membuatku merasa aku dan dia seumuran. Sehingga diantara kami berdua tidak boleh ada yang dibeda-bedakan. Makanan, pakaian, mainan hingga bacaan. Biasanya selalu disamakan. Mungkin itu juga yang menyebabkan kami meminati bidang yang sama hingga kuliah.
Masa itu aku selalu mandi pagi hari lalu dioles telon dan dibedaki. Dulu yang paling kusuka adalah saat bapak yang dirumah bapak menghanduki aku dengan menutup pundak hingga kaki lalu menyisiri rambutku. Beda hal nya dengan mamak yang selalu membuat aku melakukannya sendiri.
Malamnya aku selalu berusaha pura-pura tidur agar bapak menggendongku ke kamar. Mamak selalu beralasan aku sudah besar dan cukup berat. Jadi mamak meminta bapak menggendongku. Tapi lagi lagi mamak lebih sering membangunkan aku yang sudah capek capek purapura tidur. Mother knows many thing, you know....
Di usia sekarang aku sangat iri pada anak kecil mereka bisa dengan cuek makan eskrim atau cilok sambil menggandeng ibunya keliling pasar. Aku sudah tidak pantas melakukan itu lagi. Dulu aku sering begitu.
Pergi ke pasar adalah surga bagi yana kecil. Aku akan mencari tumpukan majalah bekas baik itu bobo, ino ataupun donal bebek. Majalah bekas sangat populer saat itu. Entah kenapa tak pernah lagi ku temukan dagangan seperti itu di masa sekarang. Orang-orang hanya menjual buku teka teki silang yang biasanya membuatku senang di halaman pertama lalu jengah di halaman ke lima. Tahun sudah semakin banyak tetapi mengapa kualitas pasar dikampungku malah mundur ke masa lalu ?
Sepulang dari pasar aku selalu berebutan dengan anak gendut itu. Dia selalu membuka majalah baru milikku. Dia si maniak buku itu telah selesai dengan bukunya lebih cepat lalu membukai buku baruku dan membacanya sendirian. Aku tidak boleh mengganggunya membaca. Tidak boleh melawan dan bahkan tidak boleh ikut tiduran tertelungkup mengintip bacaan disampingnya. Biasanya itu memicu pertengkaran diantara kami yang berujung mamak memanggilku ke dapur untuk makan kue jajanan pasar. Aku rasa itu salah satu trik mamak menengahi kami. Abangku akan merasa menang saat aku pergi. Tapi aku akan memamerkan kue lumpur kesukaannya di depannya dan dia tidak bisa menghindari itu. Kami terus berkelahi setiap hari dirumah. Mungkin jarak setahun dua bulan cukup membuatku merasa aku dan dia seumuran. Sehingga diantara kami berdua tidak boleh ada yang dibeda-bedakan. Makanan, pakaian, mainan hingga bacaan. Biasanya selalu disamakan. Mungkin itu juga yang menyebabkan kami meminati bidang yang sama hingga kuliah.
Komentar
Posting Komentar