Kisah di Penghujung Masa Studi

Aku berharap ini adalah penghujung masa studiku, yang berarti aku akan diwisuda dalam hitungan bulan, yang berarti bahwa aku sedang melakukan sebuah penelitian fenomenal yang akan mengubah hidup banyak orang dan membuat suatu gebrakan. Membuat buku hasil penelitian dan jadi terkenal. Sayangnya tugas akhir di penghujun gmasa studi sebagai seorang mahasiswa terkadang tidak seheroik itu. Impianku tentang seorang akademisi cerdas penyumbang banyak hasil penelitian tidak berjalan semulus jalan jendral sudirman di kala lebaran. Tapi ini tak ubahnya jalan durian di akhir pekan. Ruwet ribet, padat ditambah lampu merah yang terkadang tidak dapat dipercaya. Berpindah merah dan hijau tanpa prediksi dan kadang di waktu yang tidak seharusnya.

Aku dan tugas akhir seperti seorang kekasih yang saling merindukan. Terkadang dipisahkan waktu dan kesempatan, terkadang dipisahkan dosen yang menguji kesabaran. Aku putuskan untuk meninggalkan sejenak kesibukan tugas akhir. Melupakan pedihnya dilupai pembimbing dua di meja ujian seminar proposal dan segala tetek bengek tugas akhir yang harus ku rombak dari awal. Dua catatan koreksi di kertas berita acara kolom saran, yang berarti lebih dari 75 halaman berkas proposalku yang sudah ku buat dengan susah payah itu, harus dirombak secara keseluruhan. Tentu aku tidak keberatan, karena akhirnya penelitianku lebih disederhanakan dan diharapkan memiliki ide yang lebih terstruktur dan "fokus". Apapun itu beratnya hasil ujian seminar proposalku, semua itu adalah hal baik yang harus aku terima dan sebuah kebenaran yang harus ku ikuti. Karena ya, aku percaya pada pengalaman beliau-beliau di bidang riset. Sudah belasan bahkan puluhan tahun mereka berkutat dalam hal itu dan aku tidak akan mencoba mengestimasi kadar garam sepak terjang beliau-beliau. Jadi pasti akan aku selesaikan apa yang harus ku selesaikan, tapi tidak untuk seminggu ke depan, karena aku punya beberapa hal untuk dikerjakan. Terkait pekerjaan.

Lalu disinilah aku dengan beberapa pasang baju dan semi carrier hasil keringat sendiri, mencoba membangun hidup diatas kakiku sendiri, dengan tanganku sendiri. Berbekal skill survive sebagai hasil nekad ikut kegiatan di beberapa NGO, yang alhamdulillah menaikkan pamorku akhir-akhir ini. Terbukti dengan tawaran ke lapangan yang selalu datang dan mempercayaiku untuk menangani beberapa hal. Bersyukur, sedalam dalamnya syukur. Anak manja itu, akhirnya bisa menghasilkan uang sendiri sekarang. Ya, aku seorang pekerja sekarang, dengan status "honorer" di salah satu NGO internasional yang tidak bisa aku sebutkan namanya, yang tentu saja kalian sudah tahu dengan men-stalking akun social media-ku. Tapi tetap tidak akan ku sebutkan disini demi nama baik NGO yang sudah memberikan kesempatan pada anak manja yang tak tahu apa-apa, si tukang tanya dan mau disuruh apa saja asal diajari dan diberi kesempatan menimba ilmu ini.

Aku tak sebaik yang ku buat di CV ku dan aku tidak secemerlang prestasiku dahulu. Aku tahu dengan pasti bahwa ketika di bangku kuliah nyaris tak ada yang menyadari potensiku, selain Prof. Firdaus karena aku aktif di kelas Bahasa Inggris Biologi-nya, meski pada akhirnya Prof tau aku tidak begitu baik dalam merangkai terjemahan bahasa inggris dalam bahasa Indonesia ketika ujian akhir semester. Bapak Darmadi yang tahu keranjinganku sebagai volunteer melalui dokumentasi wawancaraku dengan Green Radio. Ibunda It yang suka saat aku membaca Al-qur'an, beliau adalah satu-satunya dosen selain penasehat akademisku Bu Darmawati, yang tahu nama panggilanku. Atau lebih jelasnya lagi, tahu namaku dan ribuan mahasiswa Program Studi Pendidikan Biologi FKIP Universitas Riau lainnya. 

Betapa tidak populernya aku. Aku ingin menangis sekarang. Hahaha tapi ya sudahlah, bukankah aku sudah berkomitmen pada diriku sendiri bahwa aku tidak perlu menggonggong untuk di dengar, dan bila memang aku memiliki kualitas, maka aku akan dilirik. Oleh siapapun, apapun. Meski ujung-ujungnya aku tidak kunjung dilirik meski telah memandu beberapa acara program studi, berulang kali setiap tahun muncul di acara program studi, tak kunjung orang-orang familiar dengan wujudku. Atau setidaknya dosen yang ku harap mengapresiasi keaktifanku. Tapi tidak, sekali-kali tidak juga aku dikenal dengan hanya eksis di kegiatan prodi. Tapi akan tetap ku jadikan semua itu kenangan dalam hidup dimana aku sduah mencoba mengasah skill public speakingku yang tak kunjung jadi baik. Sekali lagi, aku bersyukur bahwa meski aku tidak terlalu baik dalam beberapa hal, aku masih tetap dilirik untuk mempercayai beberapa hal. Meski tak jarang aku melakukan kesalahan. Tapi tak apa, fikiirku.Toh aku manusia biasa, tidak sempurna, sama dengan yang lain. Mungkin kelebihanku adalah kekurangan yang terkadang. Prestasi-prestasiku dahulu itu, anggap saja sebuah sejarah yang terkadang tidak membuktikan terlalu banyak hal di masa depan. Hal yang harus kau ketahui dan aku gaungkan dalam inderaku sekarang adalah bahwa ada sebuah kekurangan pada diriku yang sudah sejak lama ku sadari tapi tak kunjung berhasil ku ubah karena sifat keenggananku yang meraja. Aku berbicara cepat. Sebelumnya ku percaya itu karena aku juga berfikir cepat. Tapi seorang dosen menyadarkanku dengan kepercayaan diriku yang berlebihan itu. Bahwa sesungguhnya, lisan ini terlalu lincah tapi sentral saraf di batok kepalaku tidak bertransmisi lebih cepat dari itu. Dengan lisan yang halus, nada bicara yang sopan dan berwibawa, juga bahasa yang tersusun begitu rapi, begitulah beliau membuatku tersadar akan kekuranganku, menyelamatkanku dari ujian proposal yang terulang dan hari kerja yang harus dikorbankan lebih banyak.

Bicara tentang dosen, tak semua dosen kejam dan otoriter. Beberapa diantaranya adalah penyambung lidah yang baik dan guardian angel. Pembimbing satuku yang sudah menyelamatkan muka dan impian sebuah buku identifikasi tumbuhan air yang akan menggadangkan namaku di cover depannya, pengujiku yang menyelamatkan ujian proposalku untuk tidak diulang lagi dan sahabatku yang berada di sela kerumunan dosen, membisikkan kata kunci dari jawaban mereka-mereka yang tiba-tiba jadi gangster-girl pagi itu. Sontak saja aku merasa seolah sedang diintimidasi dan dihujani judge-ment bahwa aku tidak menguasai apa yang akan ku teliti, bahwa aku belum memiliki sebuah kerangka berfikir yang fokus dan mengarah pada tujuan yang jelas. Aku akui kekuranganku. Aku menyadari semua itu. Tapi tak dapat ku pungkiri kekecewaanku kepada diriku sendiri dan tentu saja pembimbingku yang aku harapkan menuntun jalan untuk very-first-time-research-ku ini.

Di sela pekerjaanku sebgai fasilitator dan statusku sebagai honorer NGO sekarang, seperti apakah kelanjutan kisahku ? Aku pun masih meraba. Bisakah aku diwisuda secepatnya ? ya, semoga ! dan aku harus berusaha. Ku pejamkan mataku, aku berdoa pada Rabb-ku Yang Maha Segalanya untuk mengabulkan permintaan kecilku ini. Sebuah gelar, foto dengan setelan toga dan sepaket kesuksesan untuk ku berikan pada orang tua, semoga ini bisa membuat mereka bahagia, Mamak dan Bapakku. Semua ini untuk Mak dan Bapak, juga pangeran tampan bersetelan besar, Pangeran gendutku, belahan jiwaku, abangku, Bang Febri. Mohon restui inginku Allah, amin ya Allah ya Robbal Alamin.

Komentar