Haruskah ku ceritakan ini padamu ? Ah sepertinya kau begitu excited dengan ceritaku. Lihat itu matamu berbinar dan menunggu kata-kataku untuk memulai cerita ini. Tentang menjadi volunteer ? Ha.. itukah cerita yang ingin kau dengar ? Baiklah aku akan mencoba menceritakan ini dengan perlahan. Tapi kau harus berjanji satu hal, bahwa kau akan mendengarkan ini sampai selesai dan tidak membuatku menyesal untuk menceritakannya padamu karena aku benci bila harus mengulangi ceritaku lagi. Janji ? Aku anggap kau mengatakan iya.
*Photo Detail : Perjalanan mengarungi sungai Subayang dengan Hutan di kanan kirinya. w/ Bang Irfan dan Bang Simon.
"Menjadi volunteer adalah berada di suatu tempat yang belum kau kunjungi, bertemu orang yang belum kau kenal, menemukan fakta baru dan memperkaya jiwa"
Maka disinilah ceritaku di mulai. Aku tidak yakin ini akan menarik, aku tidak begitu pandai mengemas sebuah cerita. Tapi kalau kau ingin mendengarku berbagi maka aku akan coba menyenangkan rasa ingin tahumu. Dalam tiga tahun terakhir aku selalu menyisihkan waktuku untuk berbelok kesini. Sebuah rumah bercat hijau di komplek perumahan Pemda. Sebuah rumah yang telah disewa untuk periode waktu tertentu untuk difungsikan sebagai kantor salah satu central NGO Internasional di tingkal pulau Sumatera. Kadang kamis, selasa atau malam minggu. Meski di sms undangan selalu dituliskan pukul 4 atau 5 atau 3 sore, rapat selalu terjadi malam hari ba'da Isya. Mahasiswa-mahasiswa eksakta sepertiku akan memilih langsung berangkat dari kampus setelah praktikum selesai di sore hari. Jadi selalulah aku hadir di rapat dengan kostum kuliahku plus wajah lusuh. Haruskah aku jujur padamu, aku muak melakukan kegiatan yang ini-ini saja. Aku ingin orang lain di bagian lan ruangan kantor ini menawariku pergi ke suatu tempat karena ia ingin dibantu seseorang untuk riset vegetasi, harimau, atau inventarisasi tumbuhan di hutan.
Waktu berlalu, harapku tak kunjung jadi nyata. Bosan sudah tak bisa ditolerir lagi. Kini ia jadi jenuh yang siap meledak bila terus ditahan dan dibiarkan menumpuk. Jadi ku putuskan untuk tidak lagi datang ke rumah hijau itu. Harapku sudah habis, fikirku. Akan ku coba mendapatkan apa yang ku inginkan dari tempat lain. Aku tidak harus patah arang dan menyerah pada satu tempat, bukan. Kurasa aku cukup cerdas dan aku punya semangat yang hebat kalau sudah minat pada sesuatu. Wajahku juga tidak jelek-jelek amat, jadi kalau untuk difungsikan sebagai seorang wanita dalam sebuah tim, menurutku aku tidak jelek juga. Lalu aku mencari media untuk merealisasikan niatku di tempat lain. Sebuah NGO lokal yang sudah punya nama, yang datanya sering dijadikan salah satu rujukan oleh BPN. NGO yang didirikan seniorku sesama pecinta alam yang meskipun reputasinya meredup sekarang, stereotype terhadap NGO ini juga banyak, tapi aku percaya bahwa NGO ini akan mengajariku banyak hal. Sebuah NGO yang seperti rumah, atau bisa saja aku bilang kantornya itu bagiku adalah Homestay. Disitulah aku belajar, beraksi, meski tanpa dibekali sama sekali, aku belajar dengan bertindak.
Teach by doing. Begitu aku menamai kenekatanku untuk turun ke lapangan. Ke sebuah tempat yang belum pernah aku datangi sebelumnya, dan menekuni bidang yang aku kenal melalui membaca satu berkas saja itupun ku lakukan di perjalanan menuju lokasi. Karena kabar turun ke lapangan baru aku dapat dua hari lalu dan berkasnya baru aku sadari beberapa jam dalam perjalanan. Super sekali. Tapi tak ada yang sia-sia, fikirku. Berkas berbahasa inggriss tidak menyulitkanku untuk memahami esensi. Berkas bahasa indonesia terkadang begitu monoton tapi beruntung materinya kontekstual sehingga membuatku sedikit berminat untuk membaca karena urgensi materinya. Pendampingan perempuan, analisis aplikasi kebijakan, tulis menulis, diskusi publik, dan lainnya. Semua ku lakukan untuk memuaskan rasa ingin tahuku. Taoi penasaranku akan kegiatan serupa di rumah hijau tidak pernah padam. Diam-diam aku sering mencari info baik dengan browing atau menanyai teman-teman yang masih berkutat dan berhubungan dengan rumah hijau. Aku masih menaruh harap pada rumah hijau itu.
Suatu hari salah satu rekan yang ku kenal di rumah hijau mengirimkan pesan BBM padaku. Sebuah kabar gembira sekaligus perlu pertimbangan keras menantiku. Seminggu di lapangan apakah tidak masalah ? Sejujurnya aku sudah memutuskan tak menerima tawaran ke lapangan yang lebih dari 4 hari. Tapi ini dari rumah hijau. Aku tidak akan pernah tau apakah kesempatan akan datang lagi padaku atau tidak. Aku butuh tiket masuk kembali ke rumah hijau. Salah satu tiket itu kini sedang dimain-mainkan di depan hidungku, dan menurutmu apa yang harus ku lakukan ? Berkas proposalku yang sudah sepuluh hari di tahan oleh Pembimbing 2 ? Atau sebuah pengalaman berharga yang akan sangat berpengaruh pada hidupku, pada minatku, pada passion-ku ? Aku sudah menghasbiskan waktuku bertahun-tahun untuk berkutat dengan buku. Menjauh dari kecintaanku akan travelling dan menghempaskan tubuhku untuk bercengkrama dengan buku-buku. Belajar, terus belajar, meski jenuh, aku terus belajar karena hanya itu yang bisa ku lakukan. Kini saat kesempatan untuk melakukan hal lain datang, apakah aku akan berdiam pada aaktifitas yang sudah sedari aku lahir itu aku kerjakan ? Aku ingin melihat yang lain. Aku ingin ke tempat yang tak pernah aku tahu. Aku ingin itu. Aku ingin tiket itu. Tiket itu tidak akan mengecewakanku, begitu yang aku percaya.
Kau tau jawabannya kan ? Yaiyalah ! Kalau tidak, apa maksudn foto-foto ini ?
*Photo Detail : Adik kecil ini adalah anak Ibu yang kami tumpangi rumahnya. Anak seusia almarhum adikku, yang pandai makan sendiri dan sikapnya sudah seperti orang besar saja. Anak-anak disini tidak dididik untuk jadi manja. Salah satu contohnya yang ditampakkan oleh si kecil ini.
*Photo Detail : Kalau kamu menandai semen bercat biru seperti ini, maka selamat datang, kamu berada di depan Desa Muara Bio. Desa yang tenar lewat video "Sungai untuk Semua". Belum pernah liat videonya ? Aduh jangan katro, coba cek di YouTube ya. Terutama Plat BM (Riau) Wajib nonton. Malu kalo ga tau !
*Photo Detail : Aku selalu suka kalau sungai sedang berwarna begini. Biasanya batu-batuan terlihat begitu jelas di dasar sungai. Surga Dunia. Satu hal yang kurang hanya sampah-sampang yang tersangkut di tepian sungai. Oh andai saja setiap orang yang mengarungi subayang diwajibkan untuk mengambil sampah di tepian sungai, view disini pasti perfecto !
*Photo Dteail : Masa kanak-kanak kalian adalah yang termahal sekarang. Waterbomb alami, kalian tidak butuh Wahana Air mahal itu dik, disini kalian punya segalanya. Berasa pengin loncat dari piyau terus ikutan berenang-renang sama mereka. Tapi oh, aku harus sadar usia. Lagipun peralatan dan makanan-makanan ini tidka boleh sampai basah. Bisa gagal Plan Pendidikan Lingkungan kita.
Photo Detail : Jeram. Hal yang paling dikhawatirkan dari mengarungi sungai adalah jeram. Saat sungai surut jeram mengancam piyau tersangkut di bebatuan. Saat air naik, jeram berpotensi menenggelamkan robin. 'glek. Aku sudah mengalami hampir "mati" di sungai ini. Waktu itu air sedang naik, bawaan kami banyak sekali, muatan orang juga sepertinya kebanyakan, kami terjebak jeram, lalu air masuk dan badan kapal dipenuhi air. Aku tidak bisa berenang. Sumpah deg-deg-ser jantungku.
*Photo Detail : Inilah dia abang-abang nahkoda robin. Sering kali mengarungi Subayang dengan dinahkodai abang ini. Termasuk episode nyaris mati di sungai. Kalo aja abang-abang nahkodanya panikan, pasti karam deh. Brrr !!! Serem ah ! Makasih ya Allah masih diberi keselamatan setelah nyaris mati berkali-kali.
*Photo Detail : Pertama kali ke Pangkalan Serai, kami harus menyusuri sungai dengan robin selama 4-5 Jam. Percaya ga percaya, aku begitu menikmati perjalanan panjang air-ku yang pertama ini. Setiap berhenti, aku melihat jamku danberharap, semoga masih ada perjalanan lanjutan. Ah, aku begitu nyaman melihat sungai transparan kehijauan ini. Ikan-ikan kecil di tepian kapal, berenang-renang mengejar nabati ah yang aku potong lalu ku lemparkan ke sungai. Hihihi. Lucu sekali ikan ikan kecil ini, sepertniya gurih kalau digoreng. Hoho !
Komentar
Posting Komentar