Journey to the Outer of Earth (MERAPI SUMBAR)

Halo reader. Kali ini postingan blog-ku akan berbagi pengalaman pertamaku mendaki Gunung Merapi Sumbar. Ada yang kaget kalau ternyata ada gunung Merapi di sumbar? tenang saja kamu tidak begitu aneh tidak mengetahuinya. Apalagi untuk orang yang notabene tidak berdomisili di daerah provinsi sumatra bagian barat. Jarang menonton berita dan kurangnya pergaulanmu sepertinya yang menyebabkanmu ga tau kalo ada gunung Merapi lain selain Gunung Merapi di Jogja yang meletus akhir 2010 lalu. Jangan buru-buru tersinggung. Itu kurang lebih adalah motivasi untuk tahu lebih banyak. Bukan berarti aku ini sok tau ya. Sungguh, aku hanya ingin mempengaruhimu untuk jadi lebih baik. 

START 09.00 PM


 Perjalan dimulai dari depan hotel Mona di Gerbang belakang kampus Universitas Riau, kampus tempatku meng-kran ilmu sekarang ini. Perpisahan dengan teman-teman tunas MAPALA SULUH, kemudian kami duduk tenang, terkantuk, tertawa dan terlelap sepanjang perjalanan menuju daerah Kota Baru yang berada diantara Gunung Merapi dan Gunung Singgalang. Kami yang berjumlah 5 orang dengan 4 wanita dan satu pria ini mengikhlaskan Pak Sopir dengan kernek yang sempat berdebat masalah ongkos 50 atau 45 ribu rupiah tadi membawa kami tempat tujuan. Salah satu dari kami Vedilla Elfiga tidak berencana untuk mendaki, dan hanya menumpang di mobil yang sama sampai persimpangan menuju kampung halamannya. Jadilah kami berempat terlambai-lambai dalam mobil yang melaju. Dalam tidurku aku memimpikan merapi, gerbangnya, perjalanan melewati halaman sangat luas dan melewati tempat-tempat yang seram.      Mimpiku berakhir saat mobil mengurangi kecepatan dan udara semakin dingin. Sangat dingin. Kami ber-empat keluar dan menggendong carrier kami masing-masing. Siap dengan topiku yang tak kulepas sejak awal perjalanan, sekarang aku sungguh-sungguh merasa bahagia bersama mereka. Aku seperti merasakan mimpi yang terwujudkan. Seperti rindu pada kekasih yang sudah lama tak dijumpai sudah terbalaskan. Aku melangkah bersama  mereka. Meresapi butir-buutir halus embun pukul 05.00 AM.
Kami berjalan mengikuti bang Rasid yang  bertindak sebagai ketua kelompok. Berjalan menuju pasar dan berhenti di salah satu lahan jualan yang kosong. Mengeluarkan lauk jadi, gulai ayam dan memasak 8 genggam beras dengan nesting,kompor lapangan dan gas botolan. Suasana pasar sudah cukup ramai. beberapa orang sudah menjajakan sayuran dan sudah ada satu gerombolan orang melihat-lihat sayuran. Mereka semua rata-rata menggunakan pakaian tebal berlapis. Para perempuan lebih banyak yang berjilbab, dan yang laki-laki kebanyakan mengenakan sarung untuk membungkus badan diluar baju yang mereka kenakan. Jelaslah sudah bahwa udara disini cukup dingin. Tetapi Bang Rasid malah mencuci mukanya, memakai celana pendek dan baju pendek. Untuk aklimitasi, katanya. Bang rasid juga menyarankan kami untuk mencuci muka, dan melarang kami mengeluarkan jaket tebal. Awalnya memang sangat dingin sekali rasanya. Tapi setelah dibiasakan, akhirnya rasa dingin tak lagi begitu menyiksa.
Setelah selesai dengan urusan masak-memasak kamipun makan penuh suka cita, dengan porsi nasi yang tidak kekurangan dan lauk yang menurut standar kami sudah bisa dikatakan enak.

Komentar