Monyet

Aku beruntung lahir pada tahun 1994. Tahun ini aku adalah seorang remaja berusia 17 tahun. Meski labil, otak dan logikaku mulai berjalan baik. Di umurku yang ke 17 tahun ini, beberapa pesan Ayah jadi lebih berguna dan apa yang ku kira hanya khotbah materi semata ternyata beraplikasi dalam hidup.
Pesan beliau yang sekaragn sedang berdampak padaku adalah pesan tentang Cinta Monyet. Kata Ayah, suatu hari kamu akan mendapatkan dirimu sangat menyukai seseorang, tapi kemudian kamu bisa menyukai orang lain ketika menemukan yang lebih. Lebih ganteng, lebih atletis, lebih lucu, dan lebih-lebih lainnya yang menurut kamu itu adalah istimewa. 
Kalau saja aku tidak terlahir pada '94, aku mungkin akan merasa sangat sedih tentang keadaanku yang ku curahkan pada postingan sebelumnya. 
I wear this shoes when I met him

Pulang bulanan kemarin, tertanggal 10 Maret adalah hari dengan catatan sejarah buatku. Seseorang memperkenalkanku pada dunia. Seorang yang setahun lebih muda dariku, tapi berfikir sangat jauh seolah dia adalah 20 tahun. Tentu saja menghabiskan beberapa jam dengannya sangat menyenangkan. Meski diawal perjalanan kami mendapatkan masalah karena dia lupa memberi minum mio mungilnya. Si Mio ngambek di jalan Kh Nasution simpang tiga (kayaknya)  dan aku harus menunggu hampir setengah jam untuknya mencarikan bensin. Setelah penantian panjang yang kuisi dengan merampungkan game super jewel di hape samsung sederhanaku, seseorang menepuk bahuku. Cowok pertama yang menepuk bahuku. Trimakasih sodara-sodara, aku memang cukup tua tapi tidak banyak pengalaman dalam berkawan dengan kaum adam. Perjalanan dilanjutkan setelah si mio berhasil bernyawa kembali. Lagi-lagi berhenti di SPBU. Mengantri dengan driver yang baru saja selesai jadi saksi hidup pertandingan final DBL Pekanbaru. Isn't it so late? Yeah, it is. Ga tau waktu itu jam berapa, yang pasti jam pink kesayanganku lagi bobok sebagai parsel unik di ruang audio visual SMA. Sedikit melangkah meninggalkannya untuk membiarkan mionya yang cemburu padaku malam itu. Kami berkeliling pekanbaru. Dalam waktu lebih lama aku jadi lebih bisa mengenalnya.
Semuanya terjadi begitu cepat. Benar kata Ayah. Ayah memang terkadang benar dalam banyak hal, tapi aku tidak akan menuruti pesannya tentang tidak bertingkah kemonyetan. Kalau aku hanya menyukai patung, menurutmu aku akan melanjutkan hal itu dengan bodoh?  Lebih baik dicintai, ternyata. 
Besoknya dia sms, dan aku senang. Sms-an lgi, kok rasanya jadi kaku. Something happen, entahlah.
Dia sama sekali tidak menelepon, sms atau menghubungiku sehari pasca pertemuan (hari senin). Aku jadi makin merasa cendol. Tapi tentunya menghubunginya duluan akan menghancurkan gengsiku. Lebih baik tidak. Toh, kalaupun dia menyukaiku dia akan melakukannya segera, bukan? Jadi ya sudahlah. Tapi yang jelas, dengan bantuan orang baru ini, mungkin hidupku akan lebih ceria. 




Komentar

  1. Love ur story, Sis! Aaaa i'm going turning 17 on 22 and i feel cendol :D

    BalasHapus

Posting Komentar